KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Ilmu Budaya Dasar. Penulisan makalah ini merupakan
salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah IBD di Universitas Gunadarma
Depok.
Dalam
Penulisan makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu,
kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Dalam
penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada Dosen saya yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini.
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
dalam kesehariannya tidak akan lepas dari kebudayaan, karena manusia adalah
pencipta dan pengguna kebudayaan itu sendiri. Manusia hidup karena adanya
kebudayaan, sementara itu kebudayaan akan terus hidup dan berkembang manakala
manusia mau melestarikan kebudayaan dan bukan merusaknya. Dengan demikian
manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam
kehidupannya tidak mungkin tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan,
setiap hari manusia melihat dan menggunakan kebudayaan, bahkan kadang kala disadari
atau tidak manusia merusak kebudayaan.
Hubungan
yang erat antara manusia (terutama masyarakat) dan kebudayaan telah lebih jauh
diungkapkan oleh Melville J. Herkovits dan bronislaw Malinowski, yang
mengemukakan bahwa cultural determinism berarti segala sesuatu yang terdapat
didalam masyarakat ditentukan adanya oleh kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat itu. (Soemardjan, Selo: 1964: 115). Kemudian Herkovits memandang
kebudayaan sebagai sesuatu yang superorganic. Karena kebudayaan berturun
temurun dari generasi ke generasi tetap hidup. Walaupun manusia yang menjadi
anggota masyarakat sudah berganti karena kelahiran dan kematian.
Lebih
jauh dapat dilihat dari definisi yang dikemukakan oleh E. B. Tylor (1871) dalam
bukunya Primitive Culture: kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain
kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat. Dengan lain perkataan, kebudayaan mencakup kesemuanya
yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola perilaku
normative. Oleh karena itu, manusia yang mempelajari kebudayaan dari
masyarakat, bisa membangun kebudayaan (konstruktif) dan bisa juga merusaknya
(destruktif).
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN WUJUD KEBUDAYAAN
1.
Pengertian
Kebudayaan
Kebudayaan
berasal dari kata budaya sedangkan budaya adalah bentuk jamak dari kata
budi-daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal
dari bahasa snsekerta buddayah yaitu bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti
budi atau akal.dalam bahasa inggris kata budaya berasal dari kata culture,
dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan kata Cultuur, dalam bahasa latin, berasal
dari kata corela.
2.
Perwujudan
Kebudayaan
Koentjaraningrat
mengemukakan bahwa kebudayaan itu dibagi atau digolongkan kedalam tiga wujud
yaitu:
a.
Wujud
sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan nilai-nilai norma-norma dan
peraturan
b.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat.
c.
Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Berdasarkan penggolongan wujud budaya tersebut, maka
kebudayaan dapat dikelompokan menjadi dua:1. Budaya yang bersifat abstrak dan
2. Budaya yang bersifat kongkrit.
B.
Budaya Sumatera Barat
Budaya
Minangkabau adalah kebudayaan yang dimiliki oleh
masyarakat Minangkabau dan
berkembang di seluruh kawasan berikut daerah perantauan Minangkabau. Budaya ini
merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh.
Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik, yang menjadi
anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik.
1.
Sejarah
Berdasarkan historis, budaya Minangkabau berasal
dari Luhak Nan Tigo, yang kemudian menyebar ke
wilayah rantau di sisi barat, timur, utara dan selatan dari Luhak Nan Tigo.[2] Saat ini wilayah budaya
Minangkabau meliputi Sumatera Barat,
bagian barat Riau (Kampar, Kuantan
Singingi, Rokan Hulu),
pesisir barat Sumatera Utara
(Natal,
Sorkam,
Sibolga, dan Barus),
bagian barat Jambi (Kerinci, Bungo),
bagian utara Bengkulu (Mukomuko),
bagian barat daya Aceh (Aceh Barat
Daya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh
Tenggara), hingga Negeri Sembilan di Malaysia.
Budaya Minangkabau pada mulanya bercorakkan budaya animisme dan Hindu-Budha.
Kemudian sejak kedatangan para reformis Islam
dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, adat
dan budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam dihapuskan. Para ulama yang
dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Haji Sumanik, mendesak Kaum Adat untuk mengubah pandangan budaya
Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha,
untuk berkiblat kepada syariat Islam.
Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam
pesta-pesta adat masyarakat Minang.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah Perang Padri yang berakhir pada tahun 1837.
Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama,
tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk
mendasarkan adat budaya Minang pada syariat Islam. Kesepakatan tersebut
tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Syarak mangato adat mamakai. (Adat bersendikan kepada syariat, syariat
bersendikan kepada Al-Quran). Sejak
reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan
manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu,
setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, selain surau
yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak
dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji,
mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.
2. Seni
a.
Arsitektur
Masjid Raya
Sumatera Barat yang desainnya mengikuti tipologi arsitektur
Minangkabau Arsitektur Minangkabau merupakan bagian dari seni arsitektur khas
Nusantara, yang wilayahnya merupakan kawasan rawan gempa. Sehingga banyak
rumah-rumah tradisionalnya yang berbentuk panggung, menggunakan kayu dan pasak,
serta tiang penyangga yang diletakkan di atas batu tertanam. Namun ada beberapa
kekhasan arsitektur Minangkabau yang tak dapat dijumpai di wilayah lain,
seperti atap bergonjong. Model ini digunakan sebagai bentuk atap rumah, balai
pertemuan, dan kini juga digunakan sebagai bentuk atap kantor-kantor di seluruh
Sumatera Barat. Di luar Sumatera Barat, atap bergonjong juga terdapat pada
kantor perwakilan Pemda Sumatera Barat di Jakarta, serta pada salah satu bangunan di
halaman Istana Seri
Menanti, Negeri Sembilan.
Bentuk gonjong diyakini berasal dari bentuk tanduk kerbau, yang sekaligus
merupakan ciri khas etnik Minangkabau.
b.
Masakan
Memasak
makanan yang lezat merupakan salah satu budaya dan kebiasaan masyarakat
Minangkabau. Hal ini dikarenakan seringnya penyelenggaraan pesta adat, yang
mengharuskan penyajian makanan yang nikmat. Masakan Minangkabau tidak hanya
disajikan untuk masyarakat Minangkabau saja, namun juga telah dikonsumsi oleh
masyarakat di seluruh Nusantara.
Orang-orang Minang biasa menjual makanan khas mereka seperti rendang, asam pedas, soto padang, sate padang, dan dendeng balado di rumah makan yang biasa
dikenal dengan Restoran Padang.
Restoran Padang tidak hanya tersebar di seluruh Indonesia, namun juga banyak
terdapat di Malaysia, Singapura, Australia, Belanda, dan Amerika Serikat. Rendang salah satu masakan khas
Minangkabau, telah dinobatkan sebagai masakan terlezat di dunia.
Masakan
Minangkabau merupakan masakan yang kaya akan variasi bumbu. Oleh karenanya
banyak dimasak menggunakan rempah-rempah seperti cabai, serai, lengkuas,
kunyit, jahe, bawang putih, dan bawang merah. Kelapa merupakan salah satu unsur
pembentuk cita rasa masakan Minang. Bahan utama masakan Minang antara lain
daging sapi, daging kambing, ayam, ikan, dan belut. Orang Minangkabau hanya
menyajikan makanan-makanan yang halal, sehingga mereka menghindari alkohol dan
lemak babi. Selain itu masakan Minangkabau juga tidak menggunakan bahan-bahan
kimia untuk pewarna, pengawet, dan penyedap rasa. Teknik memasaknya yang agak
rumit serta memerlukan waktu cukup lama, menjadikannya sebagai makanan yang
nikmat dan tahan lama.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar