Meskipun hak asasi manusia adalah hak yang bersifat kodrati,
yang melekat pada diri manusia dari semenjak manusia dilahirkan, namun
keberadaan hak asasi manusia ini tidaklah semata-mata hadir dengan sendirinya.
Kehadirannya terbentuk dari rangkaian sejarah panjang. Hak asasi manusia yang
kita pahami sekarang ini pun perjalanannya masih belum lagi berakhir.
Perkembangan dan dinamikanya masih akan terus bergulir, terus berlanjut, terus
bergerak seiring dengan perkembangan dan dinamika zaman dan peradaban manusia
itu sendiri.
Terjadinya penindasan dan kesewenang-wenangan yang
mengakibatkan penderitaan umat manusia, merupakan awal yang membuka kesadaran
tentang konsep hak asasi manusia. Catatan sejarah menunjukkan hal ini, sehingga
menjadi tidak berlebihan jika dikatakan, sejarah HAM adalah sejarah korban.
Pada mulanya, korban-korban itulah yang menemukan hak asasi manusia ini.
Setelah hak itu ditemukan, belum dengan serta merta pula hak
itu akan diakui. Harus melalui serangkaian perjalanan lagi ketika hak yang
sudah ditemukan itu untuk bisa diakui. Begitu pun setelah diakui, masih harus
melewati berbagai tahap lagi hingga kemudian hak-hak itu dikodifikasi. Untuk
sampai pada kodifikasi itu pun masih juga membutuhkan proses yang panjang.
Kodifikasi pertama HAM adalah Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM), pada
tahun 1948. Kelahiran DUHAM itu sendiri tidak terlepas dari keganasan Perang
Dunia II, yang di dalamnya mencatat kejahatan genosida yang dilakukan oleh
rezim Nazi Hitler.
Jika Magna Carta yang dicetuskan pada tahun 1215 dianggap
sebagai tonggak awal dari kelahiran HAM (sebagaimana yang banyak diyakini oleh
pakar sejarah Eropa), maka bisa dibayangkan betapa panjang dan lamanya proses
perjalanan HAM dari mulai ditemukan sampai kemudian dikodifikasi oleh DUHAM
pada tahun 1948. Begitu pun dalam hal penegakannya (dihormati, dipenuhi, dan
dilindungi). Dibutuhkan 10 tahun agar dua kovenan utama HAM (Kovenan Hak Sipol
dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) bisa efektif berlaku,
dari mulai ditetapkannya tahun 1966 sampai kemudian efektif diberlakukan pada
tahun 1976.
Adapun sejarah perjuangan penegakkan HAM di Indonesia
sendiri, secara sederhana dapat dibagi menjadi empat periode waktu, yaitu zaman
penjajahan (1908-1945), masa pemerintahan Orde Lama (1945-1966), periode
kekuasaan Orde Baru (1966-1988) dan pemerintah reformasi (1988-sekarang).
Fokus perjuangan menegakkan HAM pada zaman penjajahan adalah
untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia agar bisa terbebas dari
imperialisme dan kolonialisme. Sedang pada masa Orde Lama, upaya untuk
mewujudkan demokrasi menjadi esensi yang diperjuangkan. Demikian juga pada masa
Orde Baru yang memiliki karakter kekuasaan yang otoriter. Pada periode ini, HAM
malah kerap ditafsirkan sesuai dengan kepentingan politik dan kekuasaan.
Akibatnya, perjuangan penegakan HAM selalu terbentur oleh dominannya kekuasaan.
Sedangkan pada saat ini, perjuangan menegakkan HAM mulai merambah ke wilayah
yang lebih luas, seperti perjuangan untuk memperoleh jaminan pendidikan,
pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial.
Secara legal-formal, Indonesia sendiri telah membuat
langkah-langkah konkret dalam upayanya untuk turut serta dalam pemajuan dan
perlindungan HAM tersebut. Sampai saat ini, Indonesia telah meratifikasi 6
konvensi internasional, dan pada tahun 2005 yang lalu telah meratifikasi Kovenan
Hak Sipol dan Kovenan Hak Ekosob. Selain itu, dengan telah diamandemennya
Undang-Undang Dasar 1945, hak asasi manusia pun kini sudah menjadi hak
konstitusional.
0 komentar:
Posting Komentar